Aku menerawang ke awan-awan, langit biru dan terang.
Aku ingin sekali terbang kesana, memetik kapas-kapas awan dan memakannya
seperti gulali. Pasti rasanya enak sekali.
Gulali? Hmm, aku jadi teringat peristiwa merengek
dibelikan gulali.
Waktu itu, aku berjalan-jalan bersama keluargaku.
Tepatnya, pada malam hari. Saat itu kami pergi ke pasar malam.
Pasar malam saat itu sangat ramai sekali. Lampu
berwarna-warni juga berkelap-kelip di sana-sini. Di tengah kepadatan orang, aku
lebih memilih berjalan sendiri. Yups, aku memang pemberani!
Aku berjalan dengan gagahnya dan tiba-tiba aku melihat
gulali. “GULALI!”,pekikku dalam hati. Aku menarik tangan seseorang yang ku kira
ibuku.
“Ibu… Ibu… aku mau gulali! Belikan! Belikan!”,
rengekku sambil merangkul manja pada orang itu.
Tak ada jawaban, aku mulai berteriak dan merengek
lagi. “Ibu belikan! “
Aku mulai menaruh tanda tanya besar saat itu, karena
tidak ada jawaban lagi dari ibu. ‘Kok ibu diam saja?’, batinku.
Aku pun mendongakkan kepalaku ke samping lalu ke atas,
untuk melihat wajah seseorang yang berada disampingku kini.
Oh Tuhan! Dia bukan ibuku! Hmm dia ibu-ibu juga sih,
tapi dia bukan ibuku. Aku hanya saying ibuku. Aku hanya ingin ibuku!
Tiba-tiba...
“Tiwi, kamu dimana nak?”, terdengar suara ibuku
memanggil, aku harus kesana.
“IBU! TIWI DISINI BU!”, pekikku seraya berhambur ke
arah pelukan ibu. Dengan sigap, ibu langsung membalas pelukanku.
‘Mudah-mudahan Ibu tidak tahu apa yang terjadi tadi.
Uhh, pasti kalau ibu tahu… aku akan di marahin habis-habisan dan aku akan
diejek ibu untuk tidak sok pemberani’, rutukku dalam hati.
Saat itu, detak jantungku seakan berdebar-debar. Dan
rasanya, 1001 peri jiwa menyalahkanku. Ahh, tentu saja, aku membela diriku.
‘INI HANYA KETIDAKSENGAJAAN! TAPI AKU MEMANG PEMBERANI KOK!’, ucapku mantap di
dalam hati.
Ibu mengajakku untuk beranjak pergi. Ayah telah
menjemput di parkiran, katanya. Namun tiba-tiba, HUH! KENAPA IBU-IBU ITU LAGI?!
Ibu-ibu yang tadi berjalan ke arah kami. Aku jadi
deg-degan.
“Maaf bu, permisi. Ini, tadi anak ibu minta dibelikan
gulali. Hahaha… anak ibu sepertinya tadi mengira kalau saya ibunya. Ini
manis…”, ucap ibu itu ke kami. Ia memberiku beberapa gulali berbentuk unik. Ada
hati, bintang… Uhh lucunya!
“ Duh, tuh kan… maaf bu merepotkan. Makasih bu atas
gulalinya!”, ucap ibu sambil tersenyum pada ibu itu.
“Nggak apa-apa bu. Tadi saya sengaja membelikan gulali
untuk anak ibu, saya ingat anak saya. Jadi ya, sekalian saja saya belikan juga
untuk anak ibu”
Percakapan itu berakhir. Seusai pembicaraan itu, aku dan
ibu langsung pulang. Di sepanjang
perjalanan, aku di nasihati oleh ibu. Aku mendengarkan dengan seksama. Aku juga
tidak ingin itu terulang lagi.
Ibu berkata, ‘Nak, kamu memang anak pemberani… tapi
kalau di pasar malam hati-hati ya, jangan jalan sendiri. Untung saja, kamu
tidak diculik dan hanya tertukar ibu. Kalau kamu diculik kan repot..”
Ayah telah menunggu kami di halaman parkiran pasar
malam. Ibu menceritakan apa yang terjadi padaku. Ayah mencubit pipiku lalu
meledekku “ Dasar anak ayah, jangan terulang lagi ya nak.”
Aku menggembungkan pipiku lalu menyantap gulali
bintang yang kini ada di tanganku. Uhh manisnya!
Inilah pengalaman yang tak terlupakan dan lumayan
menggelitik. ‘Hmm, pencinta gulali…gulali…! Ada-ada saja kamu!’, ucapku dalam
hati sambil tertawa sendiri.
TAMAT
Cerpen ini dibuat oleh:
Nama: Dewi Sri Tunjungsari
Kelas: 1a
Fak. Tarbiyah dan keguruan.
Pendidikan IPS
Komentar
Posting Komentar
please ....add your coment....